Allah SWT memberikan rahmat-Nya untuk penghuni surga terakhir.
REPUBLIKA.CO.ID, Rasulullah SAW pernah mengisahkan perihal ghaib di akhirat kelak. Tertawa sekaligus menangis ketika mendengar salah satu kisah akhirat, yakni tentang penghuni surga terakhir. Kasih sayang dan rahmat Allah SWT yang luas tampak dalam hikmah kisah tersebut.
Alkisah, terdapat seorang yang berada di neraka. Dia terus berusaha melewati dahsyatnya panas api neraka. Terkadang dia mampu berjalan kaki, namun sesekali terjatuh telungkup, sering kali hangus dibakar api neraka. Jatuh bangun dia berusaha melewati siksaan demi siksaan. Acap kali berhasil selangkah, dia mengharap bantuan Allah.
Dengan tertatih dan dalam waktu yang lama, dia pun berhasil meninggalkan neraka. Segera dia berseru, "Segala puji Allah yang menyelamatkanku darimu, hai neraka!" Tentu saja, dia bersyukur, karena tak ada yang mampu melewati neraka kecuali dia.
Namun, keluar dari neraka bukan akhir dari penderitaan atas hukuman bermaksiat di dunia. Dia masih merasakan panas yang sangat dan begitu kehausan. Dia pun melihat sekeliling dan tertuju pada sebuah pohon. Namun, jaraknya sangat jauh. Dia pun meminta kepada Allah agar mendekatkannya, "Ya Allah, mohon dekatkan aku ke pohon itu. Aku ingin berteduh di bawahnya dan meminum airnya," pinta orang itu.
Allah pun bertanya padanya, "Wahai cucu Adam, jika Aku dekatkan kau ke pohon itu, apa kau akan meminta hal lain lagi kepada-Ku?" Orang itu pun segera menjawab, "Tidak wahai Rabbku, aku berjanji tidak akan meminta hal lain," ujarnya yang tak sabar menikmati keteduhan di bawah pohon setelah sekian lama dihukum di neraka. Saat itu, pohon yang di hadapan matanya sangat menggiurkan. Allah pun mengabulkan permintaannya. Dia pun berada di bawah pohon itu, kemudian segera meminum air darinya.
Namun setelah itu, dia kembali melihat sebatang pohon yang lebih rindang dan indah dari pohon pertama yang dia telah berteduh di bawahnya. Melihatnya, lupa sudah janjinya. Dia kembali meminta pertolongan Allah agar didekatkan pada pohon kedua itu. "Wahai Allah, mohon dekatkan aku ke pohon itu. Aku ingin berteduh di bawahnya dan meminum airnya. Aku tidak akan meminta hal lain lagi," pintanya.
Allah pun berfirman, "Hai cucu Adam, bukankah kau telah berjanji tak akan meminta hal lain?"
Orang itu pun menjawab, "Iya, benar ya Allah, tapi kali ini saja .... Aku benar-benar tak akan meminta hal lain lagi," pintanya, merengek.
Allah pun memaklumi dan dengan kasih sayang-Nya, Allah mendekatkan orang itu ke pohon kedua. Orang itu pun dapat berteduh di pohon yang jauh lebih indah dan rindang dari pohon pertama.
Namun ternyata, pohon kedua itu berada dekat dengan pintu surga. Setiba di pohon tersebut, dia mendengar suara penghuni surga yang diliputi kebahagiaan. Apa daya, dia tak kuasa ingin memasukinya. Lagi, dia melanggar janjinya dengan Allah. Dia kembali meminta kepada Allah, dia ingin agar Allah memasukkannya ke dalam surga.
"Ya Allah ya Rabb, masukkanlah aku ke sana," pintanya, menunjuk pada surga yang kenikmatannya tak pernah terbayang oleh manusia di bumi.
Allah Taala pun kembali berkata, "Hai cucu Adam! Hal apa yang membuatmu puas, apakah kau ingin Aku berikan dunia dan segala isinya?!"
Orang itu pun menjawab, "Ya Tuhanku, apakah Kau tengah mengejekku .... Tentu saja Kaulah Tuhan pemilik alam semesta," ujarnya.
Allah pun 'tertawa' seraya berfirman, "Aku tidak mengejekmu, tapi Aku Mahakuasa mewujudkan apa yang kau inginkan."
Maka, dimasukkanlah orang itu ke dalam surga dengan rahmat dan kasih sayang-Nya. Dia pun berkumpul dengan hamba Allah yang lain yang tak pernah menyekutukan-Nya. Dia pun menjadi orang terakhir yang masuk surga, sang penghuni surga terakhir.
Kisah tersebut dikabarkan oleh Rasulullah dalam hadisnya yang diriwayatkan Imam Muslim dari shahabat Abdullah bin Mas'ud. Dalam riwayat tersebut juga disebutkan bahwa Ibnu Mas'ud tertawa saat menceritakannya pada sahabat Rasulullah yang lain. Beliau tertawa saat mengisahkan bagian si penghuni surga terakhir menginginkan surga.
sumber : Harian Republika
.
.
.
#RepostUMMA
.
.
#RepostUMMA
Komentar
Posting Komentar